Penulis: Hairiyadi (Kelana Budaya)
Bagaimana kabar ananda Yanuar? Ayahanda berharap keadaan ananda Yanuar sehat wal a’afiat dan selalu mendoakan ananda Yanuar agar selalu mendapat kemajuan dalam studinya.
Keadaan ayahanda, ibunda serta keluarga lainnya di kampung saat ini sehat2 saja dan mendapat perlindungan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Ayahanda dapat memahami surat ananda Yanuar yang mengabarkan belum bisa pulang ke kampung berkumpul bersama keluarga pada lebaran tahun ini karena ananda Yanuar harus mengikuti ujian lisan untuk salah satu mata kuliah yang dilaksanakan dua hari sesudah lebaran, tentunya ananda Yanuar sudah harus mempersiapkan diri jauh hari sebelum pelaksanaan ujian lisan tersebut.
Kerinduan ayahanda, ibunda dan seluruh keluarga pada ananda Yanuar, sebaliknya kerinduan ananda Yanuar pada ayahanda, ibunda, keluarga-keluarga yang lain serta kampung halaman, pasti ada. Namun karena keadaannya yang tidak memungkinkan untuk mengobati kerinduan tersebut maka kita harus bersabar.
Sampai disini dahulu surat ayahanda, jangan tinggalkan sholat dan jangan lupa untuk berdoa kepada Tuhan Yang Maha Pengabul Segala Doa, kurangi kebiasaan merokoknya yah.
Salam rindu dari ayahanda.
Sepucuk yang dibaca oleh Yanuar yang dikirimkan oleh ayahnya sebagai balasan atas surat yang dikirmkan Yanuar lima hari yang lalu. Yanuar lega karena keadaan ayah dan ibunya serta keluarganya yang lain di kampung sehat-sehat saja, selain itu Yanuar juga merasa lega karena ayah dan ibunya dapat memahami ketidak hadirannya di tengah-tengah keluarga pada lebaran tahun ini karena dia harus mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian salah satu mata kuliah yang dilaksanakan dua hari sesudah lebaran.
*****
Malam semakin larut, namun Yanuar tidak beranjak dari meja belajarnya, setumpuk buku referensi perkuliahan dan segepok catatan-catatan kuliah terhampar dihadapannya. Buku demi buku, catatan demi catatan kuliah dibacanya dengan sungguh-sungguh. Yanuar mengkonsentrasikan dirinya secara penuh terhadap apa yang dibacanya, dia betul-betul ingin lulus secara terhormat di hadapan dosen yang akan mengujinya pada ujian lisan nantinya. Aku harus lulus, aku harus memberikan bukti pada ayah dan ibuku bahwa ketidak hadiranku pada lebaran tahun ini di tengah-tengah keluarga memang membuahkan hasil yang memuaskan, ayah dan ibuku tentu akan bangga dan sangat gembira dengan kesungguhanku dalam studi, aku anak tunggal yang diharapkan keberhasilannya oleh mereka. Begitulah suara batin dan tekad Yanuar.
Ketika ngantuk mulai menggoda, Yanuar segera ke belakang mengusapkan air dingin yang segar ke wajah dan kepalanya, kemudian dinyalakannya rokoknya, dihisapnya dengan dalam kemudian menghembuskan asapnya dengan santai dan pelan. Sesudahnya, Yanuar kembali larut dalam keseriusannya membaca bahan-bahan untuk ujian lisannya.
*****
Tok tok tok tok tok
Terdengar bunyi ketokan di pintu rumah kostnya. Yanuar terkejut, dia menoleh ke arah pintu. Siapa ya? Ada apa ya? Gumam Yanuar dengan pelan. Yanuar berdiri dari kursinya dan beranjak menuju pintu kemudian dia membukanya sedikit demi sedikit.
Assamualaikum .....?! terdengar suara dari luar pintu. Wa alaikumsalam, Yanuar membalas ucapan salam dari luar pintu.
“Oouuu .... pak RT, silahkan masuk pak!” kata Yanuar setelah mengenali orang memberi salam.
“Ya, terimakasih! Ini nak Yanuar, ada keluarga dari nak Yanuar yang datang dari kampung ingin bertemu nak Yanuar”
“Oooouuu .... begitu! Silahkan saja! Siapa ya pak?” sembari mata Yanuar mencoba mengenali wajah dua orang laki-laki yang berdiri di belakang Yanuar.
“Wah tumben, om Hasan dan itu om Murdi ya?” suara Yanuar terlontar dengan kagetnya.
“Mari, silahkan masuk om”
“Begini, sebaiknya kita ngobrol di rumah saya saja” kata pak RT menimpali.
“Boleh, boleh” sahut Yanuar.
*****
Yanuar, om Hasan dan om Murdi mengikuti ajakan pak RT untuk ngobrol di rumahnya. Setelah mereka duduk di ruang tamu, dengan waktu yang tidak begitu lama anak wanita pak RT keluar menyajikan teh manis dan penganan kecil.
Sesaat suasana hening.
Yanuar melirik jam tangannya, waktu menunjukkan pukul 2 malam.
Yanuar memandang wajah pak RT, wajah om Hasan dan wajah om Murdi, sepertinya wajah-wajah mereka dibuat dengan rona wajah setenang mungkin. Mereka semua diam, seakan mulut mereka semuanya terkunci.
Ada apa ini? Mengapa om Hasan dan om Murdi yang tidak pernah berkunjung ke tempatku kuliah dengan tiba-tiba, pada malam yang begini larut datang ke tempatku. Begitu juga dengan pak RT yang tidak pernah mengunjungiku koq datang bersamaan dengan om-omku. Mengapa untuk mengobrol harus ke rumah pak RT? Pasti ada sesuatu yang penting, tetapi apa ya? Mengapa saat ini mereka pada diam membisu?
Benak Yanuar dipenuhi dengan berbagai pertanyaan yang keluar dari suara hatinya.
*****
“Begini Yanuar” pak RT memulai membuka obrolan. “Kedua om mu ini datang ke rumahku menanyakan tempat kos kamu dan sekaligus mengantarkan mereka ke sini, mereka membawa kabar untuk kamu”
“Silahkan pak berbicara dengan nak Yuniar” pak RT mempersilahkan kedua om Yanuar untuk menyampaikan berita dari kampung.
Yanuar menghadapkan wajahnya ke arah kedua omnya.
“Yanuar .... bapakmu sekarang sedang sakit” terdengar suara om Hasan dengan lirih.
“Bapak sedang sakit? Ah .... masak om, kan tadi saya baru saja membaca suratnya yang mengabarkan bahwa bapak dan ibu serta keluarga lainnya dalam keadaan sehat wal a’fiat” suara Yanuar bernada kaget.
“Iya .... benar Yanuar, sakitnya tadi pagi, mendadak” sela om Murdi.
“Lalu ..... bagaimana keadaan sakitnya om .... parah ya”
“Sakit bapakmu tidak seberapa Yanuar, tetapi beliau minta untuk bertemu kamu, mungkin ada sesuatu yang ingin disampaikannya kepadamu, jadi kamu harus pulang ke kampung bersama kami” suara om Murdi masih terdengar lirih sambil matanya menatap Yanuar dengan sayu.
“Tapi ..... Yanuar dua hari di depan akan menghadapi ujian lisan dan sekarang sedang belajar untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian lisan tersebut” sahut Yanuar.
“Iya .... tadi ibumu juga menyampaikan hal yang sama kepada kami, tapi bapakmu tetap minta bertemu dengan Yanuar, jadi sekarang kita pulang saja” kata om Hasan bernada mendesak.
Yanuar tertegun sesaat, seperti ada keraguan dalam dirinya.
“Baiklah, kalau begitu kita pulang sekarang juga om” kata Yanuar tegas
“Eh .... kamu kan masih pakai sarung dan itu .... bajumu, baju kaos oblong, ganti pakaian dulu dan bawa beberapa lembar pakaian untuk dipakai di kampung nanti”, pak RT ikut nimbrung pembicaraan.
“Tidak usah pak RT, kan katanya om sakitnya bapak saya tidak seberapa, jadi saya tidak berlama-lama di kampung, mungkin siang jam 2 saya harus kembali kesini, tidak usah menginap”
“Benar .... kata pak RT itu, ganti pakaian dan bawa beberapa lembar untuk ganti pakaianmu nanti di kampung” begitu kata om Hasan kepada Yanuar.
Yanuar mengikuti ucapan para orang tua yang berada di situ. Dengan tergesa-gesa Yanuar berganti pakaian dan mengambil beberapa potong pakaian lainnya, lalu dengan seadanya Yanuar memasukkan ke dalam tas punggungnya.
“Om .... tolong temani Yanuar untuk menemui bapak dosen yang nanti akan menguji Yanuar, memohon penundaan ujian lisannya karena Yanuar akan pulang kampung menjenguk bapak yang sedang sakit” pinta Yanuar kepada om-om nya.
“Oh iya .... om akan menemani kamu menemui dosen dimaksud” kata om Hasan.
*****
Yanuar dan kedua om nya berpamitan kepada pak RT untuk segera berangkat malam itu juga ke kampung. Yanuar bersalaman dan mencium tangan pak RT. Yanuar meminta didoakan agar selamat sampai di kampung dan meminta didoakan juga agar sakitn bapakya segera sembuh. Pak RT menganggukkan kepalanya dan melepaskan kepergian Yanuar bersama om nya sampai di depan pintu pagar halaman.
“Baik-baik di kampung dan yang sabar ya nak Yanuar” suara pak RT terdengar berat.
“Iya pak, makasih pak” jawab Yanuar
“Eh .... kamu duluan sedikit ya Yanuar, om ada yang disampaikan dulu kepada pak RT” suara om Hasan terdengar dengan tiba-tiba.
“Eh .... iya om”
Dari kejauhan Yanuar memperhatikan gerak-gerik om Hasan dan pak RT sepertinya berbicara sangat serius. Kadang-kadang pak RT menganggukkan kepalanya dan melihat ke arah Yanuar.
Ada apa ya? Apa sih yang dibicarakan mereka? Mengapa pak RT kadang-kadang memandang ke arahku sambil menganggukkan kepala? Kembali pertanyaan-pertanyaan suara batin Yanuar memenuhi benaknya.
Setelah selesai berbicara dengan pak RT, om Hasan segera menyusul Yanuar dan om Murdi.
Mereka selanjutnya bertiga menemui dosen Yanuar yang akan melaksanakan ujian lisan. Sesampainya di rumah dosennya, Yanuar menyampaikan permohonan penundaan untuk ujian lisannya. Dosennya dapat mengerti dan memberikan kesempatan kepada Yanuar untuk mengikuti ujian lisan susulan nantinya.
Seperti juga dengan pak RT, om Hasan menyuruh Yanuar dan om Murdi berjalan duluan di depan. Sedangkan om Hasan berbicara berdua dengan dosennya Yanuar dengan gerak-gerik yang sama seperti ketika om Hasan berbicara dengan pak RT.
Lagi-lagi, pertanyaan demi pertanyaan memenuhi rongga kepala Yanuar. Aduuuh, ada apa ini?
*****
Bersambung ......
Mobil sedan Toyota Corolla DX melaju menembus kegelapan malam. Udara kemarau terasa begitu dingin. Jalanan lengang karena tidak begitu banyak kenderaan yang melintas. Tiga orang penumpang dan satu pengemudinya saling berdiam diri seakan terlarut dengan pikirannya masing-masing.
“Yanuar .... kamu tidur saja, om lihat Yanuar sangat lelah” suara om Murdi seperti berbisik ke arah Yanuar, memecah kebisuan orang-orang yang berada dalam mobil.
“Makasih om, Yanuar belum mengantuk, kalau om mau tidur saja” jawab Yanuar
“Ndak, om belum mengantuk juga, eh ..... bapakmu sering berpesan pada om agar Yanuar tekun dalam studi dan dia juga sering berceritera pada om bahwa dia sangat bangga dengan Yanuar. Dia menceriterakan bahwa Yanuar selalu menjadi juara kelas sejak dari SD sampai dengan SMA dan ketika kuliah sekarang Yanuar juga adalah salah satu dari mahasiswa yang mendapat beasiswa karena prestasimu yang gemilang di bangku perguruan tinggi.
“Bapak berceritera begitu sama om Murdi” kata Yanuar
“Iya, begitu bapakmu berceritera sama om Murdi”
Ada terbersit rasa gembira yang luar biasa di dalam hati Yanuar karena dia telah bisa memberikan rasa bangga pada orang tuanya.
“Namun demikian, bapakmu juga berpesan, Yanuar tidak hanya memiliki prestasi belajar yang gemilang, harus dibarengi juga dengan kemampuan memiliki kesabaran dan ketenangan yang tangguh, tidak egois, tidak sombong, tidak su’uzon pada orang lain, mampu menghargai kemampuan dan prestasi orang lain, punya tutur kata dan sikap yang santun”
“Iya om, Yanuar akan selalu mengingat pesan bapak itu dan insya Allah akan mewujudkannya dalam prikehidupan Yanuar.
“Betul Yanuar, kamu jangan seperti om yang sekolahnya tidak pernah selesai-selesai, ya, jadi beginilah jadinya ........ ?!
“Walah, om koq begitu, om ini kan pengusaha yang sukses, om terlampau merendah membuat Yanuar jadi malu”.
“He he heh heh”, om Murdi tertawa terkekeh.
Yanuar mencoba melihat ke kursi depan yang menjadi tempat duduknya om Hasan. Wow ... ternyata om Hasan tertidur dengan lelapnya di samping mas pengemudi.
*****
Perjalanan Yanuar yang memakan waktu kurang lebih lima jam sudah hampir sampai di rumahnya. Entah mengapa om Murdi yang duduk di samping Yanuar semakin merapatkan posisi duduknya sehingga berdempetan dengan Yanuar, sambil tangannya memegang bahu Yanuar.
“Yanuar, kamu seorang lelaki, om yakin selain memiliki prestasi belajar yang cemerlang kamu juga seorang lelaki yang memiliki ketenangan yang luar biasa dan kesabaran yang tangguh” om Murdi berbisik di telinga Yanuar.
Yanuar diam, matanya lekat menatap jauh ke depan di keremangan subuh seolah-olah ingin segera mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di rumahnya.
Yanuar bingung bercampur kaget, koq rumahnya sangat terang benderang dengan cahaya lampu, orang-orang kampung koq pada banyak berkumpul di depan rumahnya. Yanuar gelisah.
Melihat Yanuar yang gelisah, om Murdi semakin erat memegang bahu Yanuar.
Ketika mobil berhenti tepat di depan rumah, Yanuar yang tadinya gelisah berubah, seluruh tubuhnya bergetar, bibirnya kelu dan kaku, pikirannya kacau. Bendera hijau yang tertancap di halaman rumah bertuliskan: Inna Lillahi wa inna ilaihi rojiun, membuat Yanuar sudah mendapatkan jawaban segala pertanyaan-pertanyaan yang sejak keberangkatan selalu memenuhi benaknya. Yaa Allah, bapakku meninggal, bapakku sekarang meninggal, bapakku sekarang meninggal. Itulah jawabannya yang terus bergaung di gendang telinganya.
Yanuar merasakan seluruh tubuhnya lunglai, tulang-belulangnya tidak mampu lagi menopang tubuhnya.
“Bapakku sekarang meninggal, hiks ... hiks ... hiks” gumam lirih dan tangis kecil Yanuar.
Seketika segalanya menjadi kabur dalam pandangan Yanuar. Yanuar tidak bisa mengkonsentrasikan dirinya siapa saja orang-orang yang berkumpul di depan rumahnya. Om Hasan dan om Murdi menjadi kabur dilihatnya.
“Tenang dan yang sabar ya!” suara om Hasan mencoba untuk menguatkan Yanuar yang oleng lahir dan batinnya.
Yanuar diam membisu dan masih terduduk mematung.
“Ayo Yanuar, kita turun” kata om Hasan sambil membuka pintu mobil.
Yanuar masih tetap diam mematung, tubuhnya sudah tidak punya tenaga lagi, perasaannya mengharu-biru, dadanya serasa pecah, pikirannya kacau-balau.
Om Murdi dan om Hasan memapah Yanuar turun dari mobil dan menggiringnya memasuki rumah. Ibunya Yanuar meraung menangis, menubruk dan memeluk Yanuar dan ikut menggiring Yanuar menuju kamar ayahnya yang sekarang terbaring, membujur dan kaku.
Yanuar tersungkur di samping tubuh ayahnya dan wajah tertelengkup dengan tangan memegangi pipi ayahnya. Airmatanya yang tadi sudah mulai menggenang kini tertumpah, terburai membasahi seluruh wajahnya. Tubuhnya bergetar keras. Yanuar sudah lupa dengan keadaan di sekitarnya.
Suasana seisi rumah hening, yang terdengar hanya suara tangisan pilu Yanuar dan isak tangis para keluarga. Orang-orang yang berada di sekitarnya membiarkan Yanuar menangis untuk memberikan kesempatan kepada Yanuar menumpahkan semua kesedihannya di samping tubuh ayahnya.
“Ayahku, ayahku, ayahku ..... huk huk huk huk, ayah bilang ayah sehat ..... koq ayah sekarang pergi meninggalkan Yanuar, Yanuar butuh ayah, Yanuar pengen berceritera tentang kuliah Yanuar kepada ayah, ayah kan seorang pendengar yang baik, ya yah ya, Yanuar belajar untuk kebanggaan ayah, tidak ada motivasi yang lain, dari sejak remaja sampai sampai sekarang jadi mahasiswa, Yanuar tidak ingin membagi cinta selain untuk ayah dan ibu, benar yah, huk huk huk ..... hiks hiks hiks” suara dan tangis Yanuar terdengar lirih, sungguh memilukan, sepertinya Yanuar berbicara dengan ayahnya masih hidup.
“Yanuar, sekarang kamu bacakan surah Yasiin untuk ayahmu” kata ibunya Yanuar dengan sangat pelan dan lembut. Kelembutan seorang ibu.
“Iya bu, tapi mata Yanuar tidak bisa melihat rangkaian huruf-hurufnya bu .. “ kata Yanuar.
“Ibu akan membimbing Yanuar untuk membacanya, Yanuar ikuti saja ya .... bacaan ibu”.
“Yaa ... buuu ..... hiks hiks hiks”
“Yasiin, yasiiin, yasiin, wal qur’anil hakim, innaka la minal mursalin .....” ibu Yanuar membimbing Yanuar membacakan surah Yasiin.
Yanuar mengikuti apa yang dibacakan ibunya. Perasaan Yanuar melayang. Jiwanya berasa keluar dari tubuhnya.
Kedinginan subuh menjelang pagi penuh keheningan. Yanuar terlarut dalam pembacaan surah Yasiin untuk ayahnya. Kokok ayam mulai terdengar. Para kerabat dan tetangga sudah memulai kesibukannya mempersiapkan pemakaman ayah Yanuar.
*****
Pada pukul 2 siang jenazah ayah Yanuar di masukkan ke liang lahat. Ketika jenazah sudah dibaringkan di liang lahat, Yanuar yang memegang posisi kepala ayahnya dan sebagai ucapan perpisahan dia membisikkan kata-kata: ayahku .... ayah istirahat yang yang ya ayah, doa akan selalu Yanuar kirimkan untuk ayah, Yanuar akan tetap menjadi kebanggaan ayah, Yanuar nantinya akan membawa ijazah hasil belajar Yanuar dan dan juga Yanuar akan bawakan calon mantu untuk meminta persetujuan ayah, Allahu Akbar ... ya Allah .... berikanlah dan tempatkanlah ayahku ditempat yang layak di sisiMu. Amin.
*****
Enam tahun kemudian di pusara ayah Yanuar duduk dengan khidmat sepasang orang muda. Seorang lelaki berkulit sawo matang dengan rambut keriting berombak dan seorang wanita dengan kulit putih bersih kekuning-kuningan dengan rambut sebatas bahu berwarna kuning kemarahan. Sepasang orang muda itu berdoa dengan khidmat di atas pusara ayah Yanuar. Selesai berdoa sepasang orang muda tersebut masih tetap duduk disana dan nampak mulut sang lelaki komat-kamit seperti orang yang berbicara:
Ayah ..... ini untuk yang ke sekian kali Yanuar datang di pusara ayah. Sekarang berkat kasih sayang ayah, Yanuar bawakan sesuatu yang akan menjadi kebanggaan ayah, ini ayahku (sambil tangan sang lelaki memperlihatkan selembar kertas) Yanuar telah memperoleh ijazah sebagai seorang sarjana teknik mesin, dan ini (tangan sang lelaki menunjuk wanita yang berada di sebelahnya) Yanuar bawakan seorang wanita yang namanya Lyra Auradianty yang bersedia menjadi mantu ayah, ayah bangga kan bahwa Yanuar sudah berhasil menjadi seorang sarjana teknik mesin, dan ayah setuju kan Lyra Auradianty ini menjadi mantu ayah, setuju kan yah.
Sesaat suasana menjadi begitu hening, angin semilir bertiup dengan lembut, daun-daun kering gugur beterbangan di atas lokasi pekuburan.
Tiba-tiba sang wanita terpekik, rupanya sang lelaki muda di sampingnya jatuh tertelungkup di pangkuannya.
*****
Keesokan harinya di samping pusara ayah Yanuar telah terdapat sebuah gundukan tanah baru dan banyak orang-orang berkumpul di sana termasuk Lyra Auradianty. Seorang lelaki nampak berdiri di tengah orang-orang yang berkumpul berkeliling, dia adalah om Murdi.
“Inna lillahi wan ilaihi ro’jiun .... pada hari ini telah kembali ke hadirat Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, anak, adik, keponakan, sahabat kami yang tercinta Yanuar bin Andre Iskandar. Atas nama keluarga, kami memohon pintu kemaafan dan keampunan atas segala kesalahan dan kehilafan yang pernah dilakukan oleh almarhum semasa hidup. Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh handai taulan yang telah memberikan bantuan sehingga dapat terlaksanakanya pemakaman anak, adik, keponakan dan sahabat kami yang tercinta. Pada kesempatan ini sudilah kiranya para handai taulan memberikan doa semoga arwah almarhum Yanuar bin Andre Iskandar diterima oleh Allah SWT sesuai dengan amal perbuatannya di dunia dan juga doakanlah agar kami-kami sebagai keluarga yang ditinggalkan sabar dan tabah menghadapi cobaan ini. Terima kasih, wassalamualaikum warramatullahi wabarakatuh.
*****
Ketika orang-orang sudah pada beranjak meninggalkan tempat pemakaman, om Murdi dan Lyra Auradianty masih berdiri di sana. Dengan langkah perlahan Lyra Auradianty mendekati nisan yang bertuliskan Yanuar bin Andre Iskandar, dia bersimpuh dan tangannya mengusap nisan yang bertuliskan Yanuar bin Andre Iskandar tersebut dengan lembut. Meluncur dengan sendu kata-kata:
Abang Yanuar yang kucintai dan kusayangi ..... Lyra akan menjalani kehidupan di hari-hari mendatang tanpa abang Yanuar, begitu singkat perkenalan dan pertemuan kita, benang yang kita rajut belumlah sempat menjadi kain, bunga indah yang kuncup belum sempat menjadi mekar, abang Yanuar .... dengan perkenalan dan pertemuan yang singkat, abang Yuniar telah memberikan pelajaran tentang apa arti cinta dan perjuangan hidup. Terima kasih ya abang Yanuar. Beristirahat dalam damai ya abang Yanuar. Tetes demi tetes, air mata Lyra berkilat bening membasahi pipinya yang putih.
Lembayung petang mulai memancarkan cahaya rona merahnya di ufuk barat pertanda malam akan segera menutup siang. Kepak-kepak sayap burung bangau putih yang berayun syahdu yang terbang melintas di atas angkasa pulang menuju sarangnya. Desiran sang bayu menimbulkan bunyi gemerisik dedaunan bagaikan melodi yang mengalunkan nada-nada sendu.
Om Murdi dan Lyra Auradianty berjalan beriringan meninggalkan pusara Yanuar.
******** tamat ************
0 Komentar