Oleh: Hairiyadi
Perkenalan Bima dengan Selly diawali ketika mereka sama-sama mengikuti malam acara pisah-sambut antara siswa yang telah menamatkan pendidikannya di SMP dan menyambut siswa yang baru memasuki SMP itu. Bima adalah siswa kelas II dan baru naik ke kelas III, sedangkan Selly adalah siswi yang baru masuk SMP. Pada acara pisah sambut tersebut, Bima terlambat datang sehingga ketika dia memasuki ruangan dimana acara pisah-sambut dilaksanakan menjadi kebingungan mencari tempat duduk yang masih kosong. Di tengah kebingungannya, seorang siswi menawarkan bangku yang masih kosong kepada Bima, dan bangku yang masih kosong itu tepat berada di sebelah tempat duduk sang siswi. Mereka saling memperkenalkan diri. Dari perkenalan itu, Bima mengetahui bahwa siswi yang menawarkan tempat duduk itu bernama Selly, dan dia adalah salah seorang siswi yang baru masuk di sekolah itu.
Pada saat istirahat sekolah mereka sering saling bertemu di cafetaria sekolah sambil berbincang-bincang masalah pelajaran. Begitu pun pada malam minggu, kadang-kadang Bima mengunjungi Selly di rumahnya. Mereka berbincang masalah keluarga masing-masing. Ternyata Selly adalah seorang anak yatim, bapaknya telah meninggal dunia karena serangan jantung dan dia merupakan anak tunggal dalam keluarga.
Bagi Bima, Selly merupakan cinta pertamanya, begitu pun juga bagi Selly, Bima merupakan cinta pertamanya. Mereka sama-sama sangat saling mencintai dan sama-sama sangat saling menyayangi. Suka sama-sama mereka nikmati, duka sama-sama saling berbagi. Bagi Bima, Selly merupakan calon isteri yang paling setia dan paling mengerti dirinya, begitu pun juga bagi Selly, Bima merupakan lelaki yang penyayang dan bertanggungjawab.
Hari-hari selalu mereka lalui dengan segala keindahannya, membuat iri orang-orang yang melihatnya. Kedua belah pihak keluarga mereka sudah saling merestui hubungan mereka. Hubungan percintaan mereka terus berlanjut hingga mereka meneruskan pendidikan ke SMA.
Ketika Bima menamatkan pendidikan SMA dan berencana untuk meneruskan masuk perguruan tinggi, Bima mengajak Selly untuk berbicara dari hati ke hati.
“Selly, abang berencana untuk meneruskan pendidikan dengan masuk perguruan tinggi, bagaimana pendapatmu Selly?”, Bima memulai pembicaraannya.
“Oh, ya, abang Bima berencana untuk meneruskan pendidikan dengan masuk perguruan tinggi, Selly sangat senang sekali bang Bima, karena Selly yakin rencana abang itu tentunya untuk masa depan kita kan bang?”, jawab Selly sambil memandang mata Bima.
“Tentu Selly, semua ini abang Bima lakukan dalam rangka tahapan-tahapan untuk membangun masa depan kita berdua”.
“Kemana rencana bang Bima meneruskan pendidikannya?”, tanya Selly.
“Abang berencana akan pergi ke Yogyakarta dan mencoba memasuki salah satu perguruan tinggi di sana”, jawab Bima.
“Kalau bang Bima nantinya sudah betul-betul masuk perguruan tinggi maka abang harus benar-benar serius menuntut ilmu dan yang paling pentinglagi abang Bima jangan sampai melupakan Selly yang tertinggal di sini, ya kan bang”, suara Selly seperti merajuk sambil memegang tangan Bima.
“Pasti Selly, abang akan betul-betul serius menuntut ilmu demi masa depan kita dan bang Bima pasti tidak akan melupakan Selly”.
“Kapan bang Bima berangkat?”, tanya Selly.
“Sekitar tiga hari lagi”, jawab Bima.
Hari keberangkatan Bima pun tiba. Selly ikut mengantar Bima sampai ke bandara. Ketika panggilan yang memberitahu agar penumpang segera memasuki ruang tunggu keberangkatan, Selly terus memegang tangan Bima dan mengikutinya sampai pintu masuk ruang tunggu keberangkatan. Sebelum masuk ke ruang tunggu pemberangkatan, Bima membalikkan badannya dan memegang bahu Selly.
“Selly, bang Bima mohon pamit, doakan agar abang berhasil dalam studi demi masa depan kita, Selly juga harus rajin belajar, jaga diri Selly baik-baik ya”
“Ya, bang”, suara Selly bergetar, “Selly doakan semoga abang berhasil dalam studi, tabah dalam menghadapi segala cobaan, Selly berharap abang selalu ingat dengan Selly, betapa sunyi dan sepinya Selly di sini tanpa keberadaan abang di samping Selly”, suara Selly tambah bergetar, bulir-bulir airmatanya mengenang dan membasahi pipinya. Selly merapatkan wajahnya ke dada Bima. Dengan perasaan haru Bima membelai rambut Selly.
“Selly, percayalah abang tidak akan melupakan Selly, Selly merupakan cinta pertama bang Bima yang sampai nanti tidak akan memudar walau apa pun perintangnya, abang juga akan merasa sunyi dan sepi karena tidak adanya Selly di samping abang.
Selly terus menangis dan memeluk erat tubuh Bima, seakan-akan tak mau melepaskannya.
“Bang Bima, sering-seringlah kirim kabar untuk Selly, biarlah kabar yang dikirimkan abang untuk Selly menjadi pengobat kerinduan Selly kepada abang di kejauhan yang sedang menuntut ilmu”, suara Selly diucapkan dengan terisak.
“Ya Selly, Selly juga harus sering berkirim kabar untuk abang”, suara Bima tak kalah lirihnya dengan suara Selly sambil tangannya terus membelai rambut Selly.
“Selly, abang Bima sekarang harus ke ruang masuk tunggu”, kata Bima.
Selly melepaskan pelukannya dari badan Bima. Bima mengambi sapu tangannya dan menyeka airmata yang membasahi pipi Selly kemudian mencium dahi Selly, Selly membalasnya dengan mencium tangan Bima.
“Selamat tinggal Selly”.
“Selamat jalan bang Bima”
Setelah Bima masuk ke ruang tunggu pemberangkatan, Selly bergegas menaiki tangga menuju ke anjungan tempat pengunjung melepaskan keberangkatan penumpang pesawat.
Terlihat oleh Selly, Bima memasuki bus pengangkut penumpang yang membawanya ke pesawat yang sedang menunggu. Bus pengangkut pun berangkat. Satu demi satu penumpang turun dari bus dan memasuki pesawat. Bima turun dari bus dan dia berdiri di tangga naik menuju pesawat, Bima membalikkan badan dan melambaikan tangannya untuk Selly, sesekali telapak tangannya di taruh dibibirnya dan kemudian dilambaikan lagi untuk Selly. Selly juga membalas lambaian selamat tinggal dan lambaian sayang dari Bima.
Ada rasa tersegak di kerongkongan Selly, dadanya terasa sesak menyaksikan kepergian Bima. Airmata kembali menetes dan membasahi pipi Selly.
Bunyi suara pesawat meraung bagaikan raungan tangis Selly, perlahan kemudian tambah cepat akhirnya pesawat yang ditumpangi Bima membumbung ke angkasa. Selly terus melambaikan tangannya sampai pesawat hilang dari pandangan matanya.
“Air, air”, terdengar suara pelan dan lirih. Bima tersentak dari pikirannya yang sedang melayang-layang ke masa percintaan dan perpisahannya dengan Selly.
Apa yang terjadi setelah Selly mulai sadar, tunggu ceritera lanjutannya
0 Komentar