CERPEN: CINTAMU DERITAKU (2)

Oleh: Hairiyadi

Sedih, khawatir, haru, perasaan bersalah, campur aduk, berkecamuk dalam diri Bima. Mengapa kecelakaan harus menimpa Selly? Apa yang terjadi pada Selly selama ini? Apakah aku juga merupakan salah satu penyebab terjadinya kecelakaan yang menimpa Selly? Pertanyaan-pertanyaan itu mendadak muncul dan terus-menerus secara beruntun memenuhi benak Bima. Sejak Bima meneruskan pendidikannya di kota Yogjakarta komunikasi dengan Selly yang tinggal di kota Kandangan terputus. Perpisahan yang panjang membuat mereka tidak mengetahui apa saja yang terjadi pada diri mereka masing-masing. Bima dan Selly menjalin hubungan cinta ketika Bima duduk di kelas III, sedangkan Selly duduk di kelas I pada sebuah SMP yang sama di kota Kandangan. Hubungan cinta yang penuh dengan rintangan-rintangan dan cobaan-cobaan. Banyak suka dan duka yang dialami ketika mereka menjalin hubungan cintanya. Ternyata pertemuan kembali yang tak dinyana justru pada saat Selly mendapat kecelakaan.

“Maafkan Bima bu”, mata Bima menatap mata ibunya Selly, mata yang terus mengalirkan airmata. Nampak mata Bima juga memerah ikut larut dalam suasana keharuan. “Maafkan Bima bu, Bima telah banyak berbuat salah dan menyakiti hati ibu serta Selly, Bima bersalah, berdosa bu”, kata-kata Bima diucapkan dengan terbata-bata. Sambil melepaskan pelukannya pada Bima, mata ibu Selly tertuju pada seorang perawat wanita yang ke luar dari dalam ruang Unit Gawat Darurat. “Nak Bima, itu ada perawat yang ke luar dari ruangan! Tolong nak Bima tanyakan bagaimana keadaam Selly”, kata ibunya Selly. Bima menengok ke arah perawat yang dimaksudkan oleh ibunya Selly. Bima menghampiri perawat tersebut dan langsung menanyakan keadaan Selly. “Bagaimana Selly bu?”, tanya Bima. “Bapak ini keluarganya yang masuk UGD karena korban kecelakaan itu ya?”, tanya sang perawat. “Betul”, jawab Bima. “Saat ini korban masih belum siuman dan masih dalam pemeriksaan dokter, harap bersabar sambil terus berdoa untuk si korban”, kata sang perawat seraya mohon pamit meninggalkan Bima. “Gimana keadaan Selly, nak Bima”, tanya ibunya Selly sambil mendekati Bima. “Masih dalam pemeriksaan dokter, bu”, kata Bima. Tangan Bima memegang tangan ibunya Selly dan menuntunnya kembali untuk duduk di bangku ruang tunggu. Ibunya Selly, Nia dan Bima, terdiam, mata mereka terus menatap ke arah dalam ruangan ruangan Unit Gawat Darurat di mana Selly sedang mendapatkan perawatan dari dokter. Suasana hening. Mereka merasakan seolah-olah waktu berjalan dengan sangat lambat.

Terlihat pintu pintu ruang Unit Gawat Darurat terbuka, dengan perlahan, dan sebuah kereta dorong nampak dikeluarkan dari dalam ruangan dengan  didorong oleh beberapa perawat. Ibunya Selly, Nia dan Bima langsung berdiri dan melangkah dengan cepat menghampiri orang yang terbaring di atas kereta dorong tersebut. Memang, Selly yang berada di atas kereta dorong itu. Kepalanya penuh dengan balutan perban dan di sampingnya tergantung botol cairan infus dimana selangnya terhubung dengan tangan Selly. Bima langsung ikut mendorong kereta, dia berada pada posisi samping kepala Selly. Sambil mendorong sesekali Bima memandang wajah Selly. Mata Selly masih terpejam, dia masih dalam keadaan pingsan. Ibunya Selly dan Nia menangis berjalan di belakang mengikuti kereta dorong.

Selly ditempatkan pada salah satu ruang perawatan di pavilliun rumah sakit. Ketika Selly dipindahkan dari kereta ke tempat pembaringan, Bima ikut membantu mengangkatnya dan membaringkan Selly secara perlahan-lahan. Selesai melaksanakan tugasnya, para perawat mohon pamit kepada Bima, ibunya Selly dan Nia untuk meninggalkan ruangan.

Bima mengambil kursi tempat duduk dan meletakkannya di samping kepala tempat pembaringan Selly, dia duduk, matanya tertuju pada wajah Selly, terlihat kerutan wajah kesedihan pada Bima, salah satu tangannya memegang tangan Selly dan tangan yang satunya mengusap-usap pipinya. Wajah yang sudah lama dikenalnya, tetapi sudah lama tidak pernah dilihatnya lagi. Bima menatap nanar wajah Selly, sepertinya Bima ingin melepaskan semua rasa kerinduannya pada Selly. “Selly, Selly, Selly”, mulut Bima bergumam dengan lirih. Dalam gumamnya, pikiran Bima melayang pada masa-masa jalinannya percintaan dengan Selly di waktu yang silam.

Bagaimana jalinan percintaan Bima dengan Selly pada masa yang silam, tunggu tulisan berikutnya

Posting Komentar

0 Komentar